kursor

Cute Rocking Baby Monkey

Sabtu, 01 Desember 2012

seni budaya semester 2

1. Pengertian seni tari
Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.
Menurut beberapa ahli
1.    Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk  gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta.

2.  La Mery menyatakan bahwa tari adalah ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan untuk menjadi bentuk yang nyata

3.   Suryo menyatakan tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif dalam Elemen utamanya berupa gerakan tubuh yang didukung oleh banyak unsur, menyatu-padu secara performance yang secara langsung dapat ditonton atau dinikmati pementasan di atas pentas. Dengan demikian untuk meperoleh gambaran yang jelas.

4.  Hawkins menyatakan bahwa tari adalah ekspresi perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya.

 Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah unsur dasar gerakyang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai keselarasan irama.

Dengan demikian dapat diakumulasi bahwa tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak ritmis. Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak sehingga menjadi wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk latihanlatihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa, dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti manusia yang mempelajarinya.


2.  2. Jenis-jenis tari tradisional
A.Tari tunggal
Yaitu tari yang ditarikan oleh 1 orang
pedang
Tari Pedang Mualang Tari Pedang Mualang suku Dayak Mualang Kalimantan Barat adalah sebuah tarian tunggal tradisional yang di sajikan di masa kini untuk menghibur masyarakat dalam setiap acara tradisional, seperti Gawai Dayak (pesta panen padi), Gawai Belaki Bini (pesta pernikahan) dan lain-lain. Tari Pedang Mualang Tari ini lebih menekankan pada Gerakan aktraktif menggunakan pedang dalam menyerang maupun menangkis serangan lawan

B.  Tari berpasangan
Yaitu tari yang ditarikan oleh 2 orang
cakalele
Tari Cakalele Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup). Tari Cakalele Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Penari pria mengenakan…

3. Tokoh tari
1.     AM. Munardi, S.Pd  (alm)
Tokoh tari Jawa Timur yang hingga akhir hidupnya (23 Maret 2000) menunjukkan kepedulian yang sangat besar terhadap dunia seni tari di Jawa Timur adalah AM Munardi yang dilahirkan di Yogyakarta, 15 Nopember 1939 dan mulai belajar menari tahun 1954 di Among Beksa Kraton Yogyakarta. Pada tahun 1973, AM Munardi menjadi guru di SMKI (sekarang SMK 9) Surabaya,  menjadi penata tari dan dikenal pula sebagai pengamat tari. Beberapa karya tarinya, diantaranya: Sang Duta (1967), Cermin (1975), Seblang Nukyeng (1972), Reog Brantas (1982), Topeng Panji Reni (1977), Sabu-Sabu (1976), Sudamala (1978),Sumantri Wirotama (1979), Dramatari Calonarang (1970), dan Damarwulan Jurit (1983). Disamping menata tari dan menjadi guru, Munardi juga menulis beberapa karya tulis yang menjadi acuan pelajaran teori seni tari di berbagai institusi formal seni tari, diantaranya; Pengetahuan Seni Tari I dan II, Wayang Topeng Malang (bersama Sal Murgiyanto), Gandrung, dan Seblang.
Sosok AM Munardi di Jawa Timur cukup dikenal, dengan kesederhanaannya, ketekunan  dan semangatnya yang terus menggema melalui pemikiran dan kegiatan yang sering dilakukannya untuk  memajukan seni tari Jawa Timur. Penghargaan pernah diraihnya, diantaranya: penghargaan penulisan naskah tari dari Direktorat Kesenian Depdikbud (1977, 1978, 1979),  gelar Jalma Dwija (1994) oleh Paguyuban Sutresno Pusaka Lan Budaya Jawa dan Penghargaan Seniman Jawa Timur (2001).
Pada sekitar tahun 1970-an, AM Munardi mempelajari  tari Topeng Malang hingga dapat menyusun kembali bentuk tari topeng Malangan yang kemudian menjadi materi tari di SMKI Surabaya. Karya tari topeng Malang yang disusun kembali oleh AM Munardi, diantaranya: tari Topeng Bapang, Topeng Patih, Topeng Gunungsari, Grebeg Jawa, dan Topeng Sekartaji. Karya tari topeng Malangan itu kemudian menjadi pemacu untuk merekontruksi kembali tari topeng gaya Malangan yang kemudian digunakan sebagai materi pelajaran seni tari. 

2.  Munali Fatah
Munali Fatah dilahirkan di Sidoarjo 17 Mei 1924. Munali mulai bergabung dengan kesenian Ludruk Rukun Makno pada tahun 1938 dan pada tahun 1963 bergabung dengan Ludruk RRI Surabaya dengan kemampuan ngidung dan beksa ngremo.
Munali adalah tokoh tari yang dikenal melalui susunan tari Ngremo gaya Munali Fatah. Tari Ngremo merupakan suatu bentuk tari yang telah mendapat pengakuan masyarakat sebagai salah satu bentuk tari khas Jawa Timur  memiliki berbagai gaya tari tergantung pada siapa penyusunnya dan dimana daerah perkembangannya. Bentuk tari Ngremo ada dua yaitu bentuk tari putra dan bentuk tari putri. Tari Ngremo yang disusun oleh Munali atau lebih sering disebut Ngremo Munali (gaya Munali) merupakan suatu bentuk tatanan tari yang lebih menonjolkan pada kejelasan akan bentuk gerak tari yang sederhana namun memiliki kepekaan, kekentalan struktur tari yang membentuk pola baku yang mapan dan mantap. Tari Ngremo Munali yang telah mendapat pengembangan  sampai saat ini masih menjadi materi tari wajib yang harus dikuasai pada berbagai institusi tari walaupun sudah mengalami perubahan secara tidak langsung dalam hal gerak tari karena faktor perubahan alami yang terjadi dari teknik penyampaian yang dilakukan secara simultan.
          Penghargaan yang pernah diperoleh oleh Munali Fatah adalah dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawi (PLKJ) di Surabarta, Penghargaan sebagai seniman tari dari panitia Festival Cak Durasim (2002), dan Penghargaan Seniman Jawa Timur tahun 2002.

3.  Soenarto AS. S.Sn    
Senarto AS dilahirkan di Solo pada tanggal 22 Mei 1936, hingga saat ini menjadi dosen di STKW Surabaya. Soenarto yang juga sebagai seorang penata tari telah menciptakan berbagai karya tari diantaranya; tari Ngremo Putra, tari Ngremo Putri, tari  Gandrung, Tari Gunungsari (1979), tari Tanganku (1979), Dramatari Kudo Noro Wongso (1990), dan Bedoyo Ujung Galuh (1978) yang pernah mendapat penghargaan Walikota Surabaya pada saat itu.
Perjalanan Soenarto AS dalam dunia seni tari diawalinya dengan menjadi penari sekitar tahun 1960-an, yang kemudian mulai mengamati perkembangan seni tari di Jawa Timur. Melalui pengamatan selama menekuni seni tari, Soenarto AS berpandangan tentang perkembangan seni tari Jawa Timur pada tahun 1962-1971 yang tertutup pengembangannya karena seni tari gaya Surakarta lebih melekat di hati masyarakat. Soenarto AS mulai tergugah untuk mengembangkan tari tradisional Jawa Timur dengan menerobos pandangan tari tradisi menjadi sudut pandang tari pendidikan formal. Dengan menggali tari tradisi diharapkan dikembangkan seni tari tradisi itu sesuai pertumbuhan jaman.
Penggalian seni tradisi yang dilakukan Soenarto AS menghasilkan sebuah susunan tari Ngremo gaya putra dan putri yang kemudian dijadikan gaya pola gerak tari Ngremo di SMKI (SMK 9), STKW dan Sendratasik UNESA bahkan pola gerak itu melekat pula pada alumnus seni tari yang pernah mempelajari tari Ngremo ini swebagai bahan ajar tingkat pemula sebagai dasar pembakuan.  

4.  Soeparmo
Soeparmo dilahirkan di Probolinggo 25 Desember 1943. Pengalaman berkesenian diawali pada tahun 1950 menjadi penari bersama orang tuanya.  Ketrampilan menari diperolehnya dari orang tuanya. Pada tahun 1983, Soeparno menata kembali tari Glipang yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, dan susunan tari itu mendapat pengakuan dari masyarakat luas. Tahun 1983 mendapat  penghargaan sebagai pelatih terbaik tari Glipang, tahun 1984 mendapat penghargaan pada Pekan Tari dan Musik daerah tingkat Nasional, tahun 1991 terpilih dalam Festival tari daerah kreasi terbaru, dan tahun 1992 penghargaan Festival seni musik vokal Tradisional.
Pandangan Soeparmo tentang karya tari adalah berpijak dari kebiasaan serta situasi dan kondisi masyarakat daerah sekitar komunitasnya sehingga dapat memunculkan ide untuk menghasilkan sebuah karya seni.

5.  Karimun
Karimun adalah tokoh tari gaya Malangan yang eksis dengan tari topengnya. Karimun dilahirkan di Malang tanggal 19 Juni 1919 dan dibesarkan dari keluarga seniman. Perjalanan berkesenian sempat terhenti tahun 1948 karena jaman penjajahan Jepang dan pada tahun 1950 mendirikan sanggar “Asmoro bangun” di Dukuh Kedungmonggo Desa Karangpandan Kecamatan Pakisaji Malang.
Melalui pengalamannya, Karimun menata kembali tari Topeng menjadi bentuk-bentuk tari lepas sesuai karakter topeng, diantaranya: tari Topeng Gunungsari, Tari Topeng Bapang, Tari Grebeg, Tari Topeng Beskalan, Tari Topeng Patih, Tari Topeng Sekartaji, dan Topeng Panji. Hasil penataan tari oleh Karimun ini menjadi sejarah besar bagi perkembangan seni tari Topeng di Jawa Timur. Karya Karimun mulai diperkenalkan melalui materi pelajaran tari di SMKI Surabaya, STKW dan juga UNESA. Hingga saat ini tari Topeng dari Kedungmonggo merupakan salah satu bentuk tari topeng Jawa timur yang paling banyak dipergunakan sebagai materi pelajaran di berbagai institusi formal maupun di sanggar-sanggar di Surabaya khususnya dan Jawa Timur pada umumnya. Keberadaan dan kebertahanan tari topeng karya Karimun ditunjang pula oleh iringan tari berupa kaset yang dijual secara umum. 
Bagi Karimun, proses pandang hasil karya didasarkan atas bakat, pengalaman dan imajinasi. Pandangan itu didasari atas pengalaman yang diperolehnya selama menekuni seni Topeng.

6.   Sumitro Hadi
Sumitro Hadi yang akrab dipanggil dengan Mitro adalah tokoh tari Banyuwangi yang cukup dikenal melalui karya-karya seni tari tradisional yang ritmis, dinamis dan sangat menarik dalam segi penampilan secara keseluruhan. Sumitro Hadi dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16 Agustus 1951. Pengalaman berkesenian Mitro dimulai dari lingkungan keluarga yang menyenangi seni tari. Pada tahun 1977, Mitro mendirikan Sanggar Tari Jingga Putih hingga saat ini dan Mitro juga sebagai pimpinan sanggar.
Sumitro Hadi melalui sanggarnya mengadakan pelatihan dan sekaligus menjadikan sanggarnya sebagai pemacu motivasinya untuk berkarya tari. Hasil karya yang pernah diciptakan Sumitro Hadi, diantaranya: Jaran Goyang (1969), Jaran Buto (1974), Padang Bulan (1976), Jejer Banyuwangi (1976), Jaran Dawuk (1986), Kundaran (1992) dan Kuntulan (1995). Karya-karya Mitro hingga saat ini mampu bertahan  ditengah maraknya perkembangan seni tari modern karena nilai-nilai tradisi tari Banyuwangi sangat melekat pada karyanya. Sebagian besar karya Mitro hingga saat ini menjadi materi pelajaran tari di institusi formal maupun di sanggar-sanggar di Jawa Timur bahkan karyanyapun pernah ditampilkan di Firlandia (1996),  Hongkong 1979), USA (1991), dan Australia Barat (1992).
Dalam berkarya, Sumitro Hadi berpegang pada perumpamaan berlari semasa bias berlari, berjalan semasa masih bias berjalan, merangkak semasa masih bias merangkak, dan dalam diam pandanglah apa yang telah diperbuat, karena hanya ada amal ibadah berupa menyenangkan orang lain.
  
7.   Drs. M. Soleh Adi Pramono
Soleh adalah panggilan akrapnya, dan dilahirkan di Yogyakarta 1 Agustus 1951. Pendidikan formal Seni Tari diperoleh mulai bangku sekolah di Konservatori Surabaya (SMKI) dan kemudian melanjutkan di ISI Yogyakarta lulus tahun 1984. Saat ini Soleh menetap di Malang dan di sana pula mendirikan Padepokan Seni Mangun Dharmo di Kecamatan Tumpang kabupaten Malang.
Soleh sangat eksis dengan pelestarian dan pengembangan tari tradisional Jawa Timur, bahkan berbagai kemampuan berkesenian dimilikinya yaitu sebagai penari, penata tari, penata iringan dan sebagai dalang wayang Topeng dan wayang Kulit yang sangat dikenal di daerah Malang hingga berbagai daerah Jawa Timur. Pada tahun 2000, Soleh mendapatkan penghargaan sebagai Seniman Jawa Timur dari gubernur Jawa Timur.
Dalam karya tari telah dihasilkan berbagai karya, diantaranya; tari Kolosal Babad Malang (1976), Dramatari Condro Mowo (1991), tari Jaranan Dor, dan berbagai tari tradisional yang dikemas menjadi bentuk tari kreasi. Karya tari hasil kemasan yang bernuansa tradisi karya Soleh sangat digemari masyarakat dan karya itu dimasukkan pula dalam materi tari pelatihan di berbagai sanggar.
Pandangan Soleh tentang suatu karya dapat lahir karena system pelatihan (sanggar) yang terus menerus. Semakin sering berlatih akan menghasilkan lebih banyak karya tari. Proses karya akan selalu berlanjut terus untuk membentuk karya-karya baru, oleh sebab itu menurutnya dokumentasi sangat diperlukan.

8.   Tri Broto Wibisono, S.Pd
Tri Broto adalah panggilan akrabnya, beliau adalah tokoh tari Jawa Timur yang masih relatif muda namun mempunyai pemikiran dan konsep ke depan terhadap perjalanan seni tari Jawa Timuran. Pengalaman berkesenian dilalui juga dengan pendidikan formal di Konservatori Kesenian Surabaya (saat ini SMK-9/SMKI) pada tahun 1970-an.  Sebagai seorang tokoh tari, Tri Broto aktif dalam kegiatan pengamatan tari di berbagai daerah di Jawa Timur, bahkan sesekali Tri Broto tampil sebagai penari tunggal dalam even-even nasinal maupun internasional.
Pada tahun 1977, Tri Broto mendirikan sanggar Bina Tari Jawa Timur, dan hingga saat ini sanggar ini masih berjalan dan masih cukup disegani keberadaannya sebagai salah satu sanggar yang konsis terhadap perkembangan seni tari Jawa Timuran. Beberapa murid Bina Tari telah berhasil dalam hal pengajaran seni tari khususnya Jawa Timur, bahkan ada pula yang telah menjadi penari professional serta penata tari professional di Jawa timur. Keberhasilan Tri Broto dapat dilihat dari karya-karyanya, diantaranya; tari Ngremo Jugag, tari Tandang Tayub, Tari Sekartaji, Tari gunungsari, Tari Probolengger, Tari Wirogo Putri, dan masih banyak lagi. Tri Broto juga telah mencoba menyusun struktur tari Jawa Timur dalam tingkat dasar putri, tingkat dasar putra dan gagahan.

9.   Taufikurachman
Taufikurachman adalah seorang tokoh tari Sumenep yang masih memiliki darah Keraton Sumenep. Taufik lahir di Sumenep tanggal 10 Oktober 1945 dan mulai mempelajari tari sejak tahun 1957 saat dia berusia 12 tahun.  Taufik pernah belajar seni tari di Padepokan Seni Tari Bagong Kusudiarjo Yogyakarta. Dengan berbekal ketelatenan, disiplin, keuletan, Taufik dapat membawa nama daerahnya ke tingkat nasional maupun internasional. Melalui karya tari Muwang sangkal yang memiliki ciri khas tari Sumenep dengan pola gerak, iringan, busana, rias dan didukung dengan nilai-nilai yang terkandung dalam semua aspek tari membuat Taufik semakin dikenal.
Karya tari Taufik sangat kental dengan unsur tari Sumenep.  Karya Taufik yang cukup dikenal oleh masyarakat,  diantaranya; Muwang Sangkal, Condik Somekar, Sape Sono, Topeng Potre, Tari Pecut Sumenep, Pleteng, Tongkeng Pangilen, dan Topeng Rampak Prapatan.
Tari Muwang Sangkal diciptakan tahun 1962 adalah salah satu karya Taufik yang telah beberapa kali dipentaskan di manca negara, diantaranya: London (1996) dan  Den Hag (Pasar Raya Malam Tong-Tong, 2000). Hingga saat ini Tari Muwang Sangkat karya Taufik telah menjadi salah satu bentuk materi tari yang diajarkan di Jurusan Sendratasik FBS UNESA dan STKWS Surabaya. 


4.  4. Seni tari tradisional Kuantan Singingi
Gesekan Piual—Biola, hentakan pukulan Gondang dan tiupan lapri (Serunai), diiringi langkah tari merupsakan ciri khas tersendiri dari Randai Kuantan. Salah satu bentuk kesenian rakyat tradisional Kabupaten Kuantan Singingi. Randai Kuantan merupakan kesenian rakyat yang komunikatif, lahir dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Kuantan. Randai Kuantan membawakan suatu cedrita yang sudah disusun sedemikian rupa dengan dialog dan pantun logat Melayu Kuantan, disertai lagu-lagu Melayu Kuantan sebagai paningkah babak-babak cerita.
Memang suatu pertunjukan kesenian rakyat yang membuat kita pun ingin ikut bergoyang melihatnya, bahkan mengelitik hati. Tak urung gelak tawa pun akan keluar dengan seketika. Cerita yang dibawakan biasanya sudah melekat di hati orang Rantau Kuantan, sehingga randai sudah begitu akrab di tengah-tengah masyarakat.
Tak di ketahui secara pasti, kapan randai mulai ada di daerah ini. Tetapi apabila menilik dari sejarah, maka randai ini telah ada semenjak zaman penjajahan Belanda dulu. Randai di pergerlarkan dalam acara pesta perkawinan, sunatan, doa padang, kenduri kampung dan acara lainnya yang di anggap perlu untuk
Seni Budaya Kuansing Randai Kuansing2menampilkan Randai.





Biasanya dilaksanakan pada malam hari, memakan waktu 2 hingga 4 jam. Disinilah orang sekampung mendapat hiburan dan bisa bertemu dengan kawan-kawan dari lain desa.
Berhasilnya sebuah pertunjukan tidak terlepas dari peran serta pemain, pemusik dan penontonnya. Untuk sebuayh ceriata yang akan dibawakan biasanya memakan waktu latihan sekitar satu bulan atau lebih. Memang waktu latihannya tidak setiap hari, rutinnya hanya pada malam Ahad.
Tetapi apabila akan mengadakan pertunjukan maka waktu latihannya akan ditambah sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan jumlah anggota 15 sampai 30 orang untuk satu tim randai, terdiri dari penari, pemusik, dan tokoh dalam cerita. Jumlah tokoh tergantung cerita yang dibawakan. Biasanya jumlah pemusik tetap. Satu Piual, 2-3 gendang, satu peniup lapri.
Keunikan randai memang mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan denga kesenian rakyat lainnya yang hidup di Rantau Kuantan. Antara lain adalah, adanya tokoh wanita di perankan oleh laki-laki yang berpakaian wanita, dan sindiran-sindiran terhadap pejabat dalam bentuk pantun.
Tokoh wanita yang diperankan laki-laki ini dimaksudkan untuk menjaga adat dan norma-norma Agama. Karena latihan pada malam hari dan pertunjukan juga pada malam hari, sehingga kalau ada anak dara yang tampil ini merupakan suatu yang tabu bagi masyarakat. Selain itu juga untuk menjaga supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Sewaktu pementasan para Anak Randai membentuk lingkaran dan menari sambil mengelilingi lingkaran, sehingga pemain tidask berkesan berserakan dan terlihat rapi. Menyaksikan Randai Kuantan kita akan terbuai dan merasakan suasana kehidupan desa. Bermain, kebun karet, bergurau, bersorak sorai serta berbincang, tentu dengan lidah pelat Melayu Kuantan. Sehingga perantau yang pulang kampung ke Rantau Kuantan tak pernah melawatkan pertunjukan ini.
Untuk menyaksikan pertunjukan Randai Kuantan bukanlah hal yang sulit, karena Randai Kuantan sampai saat ini tetap banyak didapatkan di Rantau Kuantan, bahkan pada saat ini hampir setiap desa mempunyai kelompok randai.
Sebuah kelompok Randai juga mempunyai sutradara yang mengatur jalan cerita sebuah pertunjukan randai. Sutradara atau peramu cerita harus mempunyai wawasan yang luas terutama dalam hal pengembangan dialog dan pantun. Tidak hanya itu, dia sedikit banyak juga harus mengerti tentang peralatan alat musik yang digunakan. Disinilah sutradara dituntut untuk menampilkan yang terbaik. Sehingga penonton tidak merasa bosan dengan alur ceritanya.
Peran pemerintah untuk melastarikan kesenian tradisonal Kuantan ini memang ada. Terbukti dengan diperlombakannya kesenian ini pada setiap Festival Pacu Jalur di Teluk Kuantan. Disinilah mereka bisa menguji kemampuan kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. selain itu pada Festival Budaya melayu (FBM) 1997 di Pekanbaru, randai juga diikutsertakan mewakili kontingen Inderagiri Hulu—sebelum mekar menjadi Kuantan Singngi.
Masyarakat Rantau kuantan sering kali mengadakan hajatan dengan mengundang sebuah kelompok Randai. dengan demikian mereka tidak merasa jenuh dengan latihan saja, mereka juga akan mandapat masukan berupa uang lelah sebagai ucapan terima kasih. peran masyarakat setempatlah yang sebenarnya paling dominan. sehingga Randai Kuantan tetap melekat dihati masyarakat.
Tinggi la Bukik si Batu Rijal
Tompek Batanam Si Sudu-sudu
Abang Kan Poi Adiak Kan Tinggal
Bajawek Solam Kito dahulu
Itulah sala satu pantun dalam Randai Kuantan yang bercerita tentang Ali Baba dan Fatimah Kayo. Cerita ini mengisahkan perjalanan hidup sepasang suami istri yang hidup di Kampung Kopah Teluk Kuantan.
5. Sinopsis tari berpasangan
A. Tari saman dari Aceh
Tarian ini mempunyai komposisi khas, berasal dari beberapa daerah Propinsi Aceh seperti Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Tarian
ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik  pengiring. Antropologi SMA Kelas XII18 Bentuk tarian ini banyak memainkan tangan yang ditepuk-tepukkan pada berbagai anggota badan
yang dihempaskan ke berbagai arah dan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syeh. Tarian ini mempunyai bentuk sajian dominan berupa gerak langkah kaki yang lincah seperti berlari, dan sangat dinamis. Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak  dibawakan/ditarikan oleh kaum pria, tetapi dalam perkembangannya sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan oleh kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
B.   tari payung dari Sumatra Barat
Tari ini berasal dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pada dasarnya tarian ini dibawakan secara berpasangan antara penari pria dan penari
wanita, dengan menggunakan payung. Gerakannya merupakan aspek kehidupan para remaja yang ada di daerah tersebut. Musik pengiring aslinya menggunakan Talempong dan Saluang, tetapi pada masa kini sudah banyak diiring dengan instrument Barat, seperti orkes Melayu. Lagu-lagu yang digunakan untuk mengiringinya pada umumnya lagu Babindi-Bindi, Singgalang Runtuah, Singgalang Renyai, dan lagu Minang Lenggang.
C.   Tari Zapin
Tari Zapin merupakan jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah dan berirama. Tari ini pada mulanya berkembang di kalangan
santri terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka setelah selesai mempelajari ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Kalau ditinjau dari ragam gerak dan komposisinya, dapat diduga tari ini merupakan penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah,
dan masuk ke Indonesia bersama dengan awal perkembangan agama Is-lam. Gerak tari in terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki dan
kelenturan tubuh melakukan gerak berputar, maju mundur dengan cepat.Keharmonisan tari ini paling nampak jika ditarikan berpasangan atau
oleh beberapa penari yang dijalankan secara serentak dan kompak, cepat, lincah, sehingga mendebarkan hati yang melihat. Penyajian tari ini bisa
berpasangan maupun kelompok yang disajikan dengan tempo cepat, lincah, yang ditarikan oleh penari pria dengan mengandalkan irama dari hentakan kaki dan jentikan jari tangan penari tersebut
 
 
http://welnipangean.blogspot.com/2012/02/tugas-seni-budaya-xi-ipa-1-semester-2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar